Mendengarnya, ingatanku kembali berpilin tentang perahu yang melaju.
Tentang keajaiban hidup, pencarian akan persahabatan, cinta dan cita. Lama,
memendamnya sendiri, hingga muncul sejuta prasangka.
Mendendangkannya, keterpaksaan berubah menjadi kesetiaan tanpa batas. Tiada
lagi yang mampu halangi diri tuk mencintai semua angan bahkan keresahan yang
tak berkesudahan.
Semua angan ini karena cinta.
Semua keresahan ini karena cinta.
Semua kesepakatan ini karena cinta.
Semua rasa ini, bahagia, kecewa, sedih, bangga, disebabkan dari cinta, oleh
cinta, karena cinta.
Cinta akan tanggung jawab. Cinta akan setiap amanah yang mengelilingi
pundak. Dan lebih dari itu, cinta akan ketetapan-Nya, atas takdir hidup yang
tak mudah ditebak.
Cinta membawa kami mendendangkan lagu sendu tanpa ragu. Tanpa mau tahu
betapa menyedihkan orang memandang.
Cinta menjanjikan kami akan sebuah pertemuan, yang rasa-rasa kami tak mampu
membayangkan.
Cinta mengantarkan kami akan sebuah perpisahan, yang rasa-rasa tak dapat
kami tolak.
Terima kasih telah menjadi bagian dari cinta. Menjadi potongan cerita cinta
yang merekat.
Terima kasih atas setiap rasa dan asa. Terima kasih mbak Limeng.
Terima kasih telah menjadi kakak yang mengayomi, Ibu yang menyayangi, Nenek
yang pemurah.
Terima kasih atas setiap detik yang kau habiskan bersama kami.
Terima kasih atas setiap koin yang kau sakukan pada kami
Terima kasih atas setiap penjelasan hidup yang kami sendiri tak mudah tuk
mengerti.
Terima kasih telah mengajari kami tentang “hati yang cantik”.
Terima kasih kepada Ibu mba, yang telah melahirkan mba.
Semua ini bermakna. Semua ini nyata.
Saat kami tak lagi berucap.
Jazakillah Khairan Katsiran.
“Bila ingat kembali, janji persahabatan kita. Tak kan mau berpisah. Karena
aku ingin tetap sahabatmu.”
Posting Komentar
Posting Komentar