Cinta bercerita tentang mereka yang merindui
janji suci. Berharap cinta bertahta pada keyakinan yang sama, saling memiliki,
berbagi, dan kebanggaan atas jati diri. Harapan itu melebar pada perasaan ingin
mencintai dan dicintai. Mengikat kesucian bukan atas nafsu dunia, bukan atas
keindahan fisik. Ketaatan menjadi syarat berlabuhnya hati yang mencintai dan
yang lainnya berharap bahwa ia merasakan apa yang ia rasa.
Keterbatasan jangkauan pikir acapkali menjadi
penghalang ketaatan. Begitu banyak tapi, syarat, bahkan penolakan hanya kerena
jangkauan pikir yang serba terbatas. Sedang hakikat ketaatan itu sendiri tanpa
syarat, tanpa tapi, tanpa nanti. Hanya keyakinan yang akan mengalahkan sejuta
prasangka. Dan percaya menjadi pengerat yang rekat.
Setiap orang merindui idealisme. Idealnya
pernikahan terjadi pada mereka yang ada pada kondisi yang sama, seorang kader
dakwah menikah dengan kader dakwah di jalan dakwah. Nyatanya, benturan tak
selalu dapat dihindarkan. Tak selamanya idealisme itu menetap, hanya saja
ketika itu terjadi apakah ia menjadi berbeda? Apakah tak lagi disebut menikah
di jalan dakwah?
Ketika ketaatan itu berpihak, ketetapan
berlaku pada jamaah. Takdir yang menjemput cinta untuk memenuhi haknya di jalan
dakwah. Karena penilaian bukan terletak pada siapa dengan siapa, maka cukuplah
proses yang mengantarkan pada janji suci yang mengikat. Proses. Proses yang
mengatasnamakan jamaah. Dipilihkan, ditetapkan dan disatukan oleh jamaah.
Maka, tinggalah ketaatan yang memenuhi
takdir. Beriring doa menjadi pengikat harap, menjadi penjaga atas setiap sikap,
setiap kata, dan setiap rasa. Ketaatan membawanya melewati penjagaan yang
menjaganya tetap suci. Ketaatan akan mengantarkannya hingga pada titik pasti
atas setiap keyakinan.
Tentu tak mudah menjadi demikian. Hanya ridha
atas setiap ketetapan yang mampu menjadikan seseorang mampu menepati ketaatan. Hanya
proses yang dapat menjadikan seseorang mampu sampai pada keridhaan. Sudut
pandang yang tak sama hanya mengarahkan pada prasangka-prasangka yang kurang
tepat, dan itu menjadi tidak adil.
Ketika cinta menjemput pemiliknya, ketaatan
menjadi jawabnya. Cinta datang bukan atas dasar pilihan fana, ia memenuhi
panggilan Sang Penguasa Cinta, menepati takdir Nya. Kepada cinta yang hadir
tanpa ragu tanpa tapi, tinggalah keshalihan yang diuji. Maka pada setiap
ketetapan yang disandang pada pemilik hati, keteguhan menjadi saksi untuk
mengikat janji. Ketika cinta menjemput takdir tak ada kata lain selain taat.
Posting Komentar
Posting Komentar