Semarang, 5 Januari 2017
Hai ragu, kenapa kau senang sekali
menghampiriku?
Mengecoh semangatku yang mulai tumbuh.
***
Masih lanjutan dari yang kemarin dan kemarin. Setelah aku merenungi
makna “Fight Song”, tepat saat hujan mengguyur Tembalang, dan segala hal
menjadi lebih sejuk untuk dimaknai. Jarum
pendek bertahan di angka 4 sedang jarum panjang dengan gagah menunjuk angka 8
(jam berapa hayooo) aku seperti didatangi makhluk yang tak asing tapi aku lupa
siapa ia. Panjang lebar dia menghardikku,
“Hei! Kamu amnesia apa gimana si? Butuh waktu berbulan-bulan
sampai
aku bisa menemuimu! Padahal sudah ku bisikan berkali-kali. Ini aku! Mimpimu! Mimpi yang dulu kau sampaikan di setiap ke sempatan di khalayak ramai. Mimpi yang kau tulis di grand design hidupmu. Aku kelelahan mengingatkanmu. Oke, jadi sekarang kau sudah ingat ha! Kalau aku mau, ingin rasanya aku melupakanmu. Seperti kamu yang melupakanku.”
aku bisa menemuimu! Padahal sudah ku bisikan berkali-kali. Ini aku! Mimpimu! Mimpi yang dulu kau sampaikan di setiap ke sempatan di khalayak ramai. Mimpi yang kau tulis di grand design hidupmu. Aku kelelahan mengingatkanmu. Oke, jadi sekarang kau sudah ingat ha! Kalau aku mau, ingin rasanya aku melupakanmu. Seperti kamu yang melupakanku.”
Ceeesss. Saat itu juga jarum kesadaranku berdetak. Apa yang aku
lakukan? Ah, tanpa ambil tempo aku bertanya lagi pada sang suhu, gugel. Tentang apa
yang harus aku lakukan untuk mengatasi amnesia, hoho, bukan-bukan, tentu tentang
tips mengatasi mantan yang tiba-tiba muncul di saat diri tengah patah hati
dengan kekasih baru. Oh dear, ini lebih ngaco lagi.
Okey. Aku mencatat betul-betul hari nahas itu. Kamis, 4 Januari
2018, di sore hari yang syahdu. Tepat pukul 16:30, aku memutuskan untuk
berhenti dari pekerjaan yang baru aku terima tiga hari yang lalu. Susah payah
aku mengundurka diri, disebabkan ragu akan ketakmampuanku plus segala remeh temehnya.
Sepuluh menit kemudian, tepatnya pukul 16:40 (kalian tentu pandai betul dengan
penjumlahan sederhana ini. hehe), ia menghampiriku. Siapa dia? Mimpiku dulu.
Lantas, pada pukul 17:19 aku mendapat panggilan wawancara kerja yang sudah
hampir sebulan aku lupakan sebab tak kunjung ada kabar.
Dalam gerimis aku merenung. Sekali kita putuskan satu perkara yang
membuat diri menjadi ragu, saat itu juga Sang Pemegang Kuasa menuntun kita
untuk kembali. Mencerahkan setiap lorong gelap yang memenuhi ruang mimpi. Inilah
tempat orang-orang putus harapan mendeklarasikan, bahwa ia hidup
kembali.
Dalam dingin aku merenung. Kita mungkin tidak benar-benar siap
dengan harapan yang baru saja muncul. Masih belum terbaca dengan jelas jalan
mana yang harus dituju untuk mampu berdiri di puncak. Apalagi bayangan
kegagalan yang pernah terjadi tanpa ampun melahap kepercayaan diri. Khawatir
akan mengulang kegagalan tentu menjadi hantu yang menakutkan. Parahnya, jika
hantu itu berhasil menaklukan diri.
picture by: imgrum.org |
Dalam
harap aku merenung. Rasa khawatir hampir selalu menjadi benalu, manakala diri
tak mampu memahamkan tentang makna perjuangan di kala sempit tiba. Kalau sudah
begini, rasa-rasanya hanya butuh waktu sampai ia benar-benar terjatuh, menimbun
setiap harap dan mimpi. Ketika dalam sedetik kesadaran untuk bangkit tumbuh,
katakanlah: “Optimis Sajalah!” detik itu juga, segalanya tentang kita akan kembali.
Optimisme itu seperti hidup kembali.
Optimis Sajalah! J
Nb: Bersiap untuk IM 2018. Bismillah, terima kasih kau telah datang mengingatkanku. Berharap yang terbaik dari Nya. Itu sudah!
Nb: Bersiap untuk IM 2018. Bismillah, terima kasih kau telah datang mengingatkanku. Berharap yang terbaik dari Nya. Itu sudah!
Posting Komentar
Posting Komentar