Semua kisah tentang senja dan aku, senja yang selalu membuatku terpesona. Dari sudut mana pun menyaksikannya, selalu saja membuatku terhenti. Berhenti dari segala kekalutan hati, lalu, cahaya senja perlahan merasuk dalam hati, memberikan kehangatan dan rasa nyaman. Lantas, kuabadikan setiap momen menatap senja pada kata.
Senja di Kereta
Aku suka mengakhiri hari dengan menatap langit. Entah untuk menyaksikan senja yang agung, atau sekedar menikmati awan bergulung. Apa pun kondisi langit bisa dinikmati, mengikuti suasana hati.
Menghabiskan senja di pantai atau gunung tentu menjadi pilihan terbaik menutup hari. Berpose menggenggam matahari yang tengah menyusup pada langit tak berujung. Berceloteh menggantung mimpi bersama awan yang bergulung. Bersandar pada bahu yang tercinta sambil menghidupkan cita. Atau sekedar tidur terlentang beralaskan pasir putih dan bau asin laut, menikmati perpaduan deburan ombak, senja yang kemilau, dan desir angin manja.
Aah indah sekali bukan? Membayangkannya saja mampu membuat diri tersenyum. Tapi, apa katamu tentang senja di atas kereta?
Awan cepat-cepat berubah seiring laju kereta. Alam pun begitu, berpilin meninggalkan laju ular besi. Lalu, aku tersenyum akan setiap detik yang tertangkap mata. Sungguh indah Kuasa-Nya menciptakan alam raya.
Dalam sekali duduk, di bawah senja yang entah keemasan atau muram tersaput awan, tersaji hamparan sawah dengan sungai kecil bening di tepian. Petani yang berkemas beranjak pulang membawa rupa-rupa hasil kebun untuk keluarga tercinta. Barisan bebek menuju kandang. Atau keluarga besar burung-burung yang memenuhi langit. Mereka telah menemui rizkinya masing-masing. Telah tunai harinya, telah tuntas jerihnya.
Senja di langit yang tak berujung, menggiring untuk pulang ke peraduan. Beristirahat dengan selimut malam. Senja di atas kereta mengajarkan pada siapa pun yang hendak belajar. Hebatnya senja cepat berakhir, pun hebatnya tiap diri pada fananya dunia. Semua akan kembali pada asalnya.
Senja dan Cinta
Sering kali aku bertanya-tanya tentang apa arti cinta sesungguhnya. Apakah cinta itu harus persis satu dengan yang lainnya? Seperti membeli telur satu keranjang maka isinya telur semua, tidak terselip bawang bombay di dalamnya.
Atau mungkin, cinta itu justru berbeda? Seperti matahari yang mencintai bumi. Ia tidak sama dalam ukuran. Tidak sama pula dalam fungsi. Apalagi dalam ruang dan kedekatan. Keduanya memang saling cinta, tapi memilih untuk saling menjaga agar tidak ada dari mereka yang terluka, atau malah musnah ditelan semesta.
Apalah daya, di ujung senja yang terlihat indah. Aku masih terpaku dengan pertanyaan yang sama. Apakah dia orangnya? Orang yang kelak berbagi jiwa bersama. Orang yang nantinya berbagi suka-duka, tawa-canda. Apakah dia jawaban atas segala macam doa yang kurapalkan pada-Nya.
Adakah yang bisa membantu mengurai tanya? Atau, harus kah aku jalani dulu saja? Sebagaimana anak kecil yang belajar mengendari sepeda. Jatuh itu adalah niscaya. Atau, seperti lirik lagu lama, buat apa mencintai kalau ternyata takut akan sengsara.
Epilog
Aku masih menatap senja, dan mengingat entah untuk kali berapa aku menatapnya pada perjalanan panjang hidup ini. Rasa-rasanya, baru kemarin aku menatapnya di balik jendela kamar kecilku di kampung halaman sambil merapal mimpi-mimpi indah masa depan yang entah apa wujudnya, sedang bermimpi tinggi pun aku tak yakin.
Rasa-rasanya, baru kemarin aku terdiam menatap senja di atas loteng asrama, menangisi setiap kegagalan, sekaligus mensyukuri setiap pencapaian, atau sekedar menata hati sembari menyaksikan pertunjukan alam kala senja memamerkan sinarnya.
Rasa-rasanya, baru kemarin aku berkemah di gunung bersama sahabat. Tertawa, berceloteh menghabiskan hari ditemani senja yang hangat, sehangat persahabatan yang menggetarkan.
Rasa-rasanya, baru kemarin aku terdampar di tempat yang sangat jauh dari tempatku berasal. Berulang kali menampar diri, memastikan bukan mimpi. Menyaksikan senja di atas selat Bosporus, senja di sana terasa lebih lama, atau lebih indah?
Di mana pun tempatku menghabiskan waktu bersama senja, selalu melegakan, menghangatkan, sekaligus memberikan energi terbaik untuk diri. Begitulah kisahku tentang senja. Meski masih banyak lagi momen bersama senja yang tertangkap mata, terekam ingatan, namun tak semuanya sanggup kutuliskan. Lalu, bagaimana kisahmu dengan senja?
Terhura membaca sajak kakak. Senja memang sangat indah. Semoga kita semua bisa merasakan senja dan keindahannya selalu 🥲🥲🥲
BalasHapusYuhuu kakak, kapan kita ke mana? hehehe
HapusSenandika yang indah tentang senja dengan segala sudutnya.
BalasHapusSenja memang indah, tak hanya untuk dinikmati, tetapi menjadi media untuk ditafakuri tentang betapa luar biasanya lukisan Ilahi
Indah mbak diksinya ;) aku juga salah satu anak senja yang nggak cuma menikmati lewat mata, namun telinga dan rasa. Kadang-kadang nistalgia, kadang-kadang tawa lupa. Namun memang senja selalu ada kesan bagi penikmatnya
BalasHapusAaah..bagus banget sih Mba tulisannya.
BalasHapusSbg pecinta senja berasa seneng bgt baca ini
Senja menelan separuh matahari, malam menelannya. Meski begitu, asa dan harapan naik mengangkasa. Hingga berharap dikabul Sang Pemilik Senja. Senja bukan berarti menenggelamkan impian, justru senja adalah persiapan untuk bermunajat pada Sang Pencipta.
BalasHapusIni senja saya :)
penikmat senja punya segala rasa yang bisa dituangkan saat apapun. semoga dengan segala syukur, senja selalu menjadi cerita yang dirindukan, dinikmati, dan selalu dinanti
BalasHapusDah lama aku nggak baca tulisan tentang senja, Kak. Makasih ya tulisannya. Senja memang istimewa. Dia sebagai penanda waktu untuk bertemu dengan Sang Kekasih
BalasHapusDuh anak senja kudu ngumpul dimari ya.. Keren banget tulisannya. Aku menikmati bait demi baitnya. Ahh kece!
BalasHapusBikin paper deh tulisannya. Apalagi saya sangat suka dengan yang namanya senja. Apalagi pas hujan rintik-rintik...
BalasHapusDiksi yang indah, membuat yang membaca ikut menari-nari. Merasakan keindahan senda dengan segala keindahannya.
BalasHapusaku suka mengantar senja berpulang di selat madura alias kenjeran hehehe ya aku juga suka senja entahlah rasanya memang menenangkan ..
BalasHapus