Bukan layangan putus, sebuah kisah hasil melamun menyaksikan sebuah layangan nyangkut pada kabel di atas rumah. Menjadi kisah pengantar tidur, dan pelajaran bersama.
Bukan Layangan Putus: Layangan Nyangkut
Sudah berapa kali si ibu memarahi anaknya untuk tidak mengambil layangan yang nyangkut di atas genteng kontrakan petakan mereka. Selain berbahaya untuk keselamatannya, tentu saja itu akan membuat seisi rumah jadi bocor kalau-kalau ada genteng yang terserabut dari pola yang sudah terjaga. Sayangnya, si ibu harus belajar banyak kesabaran dari anak laki-lakinya ini. Siang itu, si ibu sedang lelah-lelahnya setelah semua urusan rumah tanggal selesai dikerjakan. Masak untuk makan malam keluarga pun sudah rampung dibuatnya. Maka tidur siang adalah jawaban atas penat dan letih tubuhnya. Sambil memanggil anaknya yang sedang asik-asiknya bermain lego di halaman depan kontrakannya, si ibu merayu dengan segelas susu putih hangat agar si anak mau diajak tidur siang.
Entah apa yang direncanakan si anak, ternyata dengan mudahnya bocah laki-laki itu mau diajak tidur siang. Mungkin ini adalah keajaiban dunia ke 8, 9 atau mungkin ke 10 bagi si ibu karena saking mudahnya merayu bocah kecilnya itu diajak tidur siang kali ini. Singkat cerita, si ibu berhasil mengeloni anak laki-lakinya hingga tidak sadar keletihannya memaksa dirinya tidur siang terlebih dahulu. Iya, betul sekali. Entah dari mana si anak belajar. Memastikan si ibu sudah tertidur lelap, maka pelan-pelan ia merangkak keluar dari pelukan ibunya. Dalam hitungan tiga, si bocah sudah berhasil lepas dari pelukan dan kali ini ia benar-benar bebas dari pengamatan ibunda tercintanya. Apalah arti kebebasan bagi anak laki-laki yang baru berumur lima tahun yang sedang aktif-aktifnya itu. Tapi bagi si bocah, itulah saat terbaik untuk mengambil layangan yang sedari kemarin sore nyangkut persis di kabel listrik genteng kontrakannya.
Bocah lima tahun itu belajar sangat cepat untuk sampai di atas genteng lewat pohon belakang kontrakannya. Sayangnya, bocah laki-laki lima tahun ini belum tahu betul bahwa ia sedang bermain dengan bahaya. Ia hanya tahu, layangan itu harus segera diambil sebelum hujan datang menghancurkan harapannya untuk mendapatkan layangan gratisnya. Berhasil berada di atas genteng, bocah tersebut segera menghampiri layangan tersebut yang tingginya hanya 2.5 meter di atas tanah. Tidak begitu tinggi memang bagi orang dewasa, tapi lumayan bagi si bocah yang tingginya belum sampai satu meter. Siang itu memang tidak sepi-sepi sekali, maklum kontrakan petakan itu sudah seperti keluarga. Semua saling kenal, saling tahu satu sama lain. Maka melihat si bocah kecil sudah berada di atas genteng sontak membuat tetangga si ibu yang agak bawel, untuk tidak mengatakan lemes, teriak sekenanya memanggil ibu dari bocah itu. Si anak hanya diam memerhatikan, sambil berusaha meraih layangan yang sedikit lagi sudah ada di genggamannya.
Mendengar teriakan yang semakin kencang dari luar kontrakannya, si ibu lantas terbangun sambil mengerjapkan matanya. Ia memastikan kenapa namanya dipanggil terus berulang kali sembari mengecek apakah anaknya ada di pelukannya. Sepersekian detik itu pula si ibu tersadar kalau anaknya tidak lagi berada di tempat tidur. Mendengar teriakan yang semakin jelas membuat si ibu lantas ke luar rumah untuk menyaksikan di depan rumah sudah banyak orang sambil melihat ke atas genteng kontrakannya. Sedetik kemudian, si ibu lantas menengokan kepalanya ke atas genteng dan mendapati anaknya sedang berusaha diselamatkan oleh tetangganya yang sudah berada di atas genteng kontrakannya.
Siang itu si ibu hampir copot jantungnya. Si anak memang selamat dari marabahaya terjatuh dari genteng kontrakan setinggi 2.5 meter. Tapi si ibu harus belajar lebih banyak kesabaran dan ketelitian dalam merawat anak laki-laki lima tahun yang sekarang sedang asyik bermain layangan dengan bapaknya seusai pulang kerjanya. Ia bersyukur sambil mengingat ulang betapa lalainya ia dalam merawat anak laki-laki lima tahunnya yang hampir saja terjerembab dalam bahaya.
-PHS-
Posting Komentar
Posting Komentar