Pandemi Corona Virus Disease 19 (Covid-19) yang terjadi di Indonesia bukan hanya membuat kesedihan yang mendalam kepada para pasien yang menjadi korban keganasannya. Virus hasil evolusi ini juga menguji kekuatan sistem apapun yang pada awalnya banyak orang mengiranya sudah teruji. Tulisan ini akan membahas tentang dampak yang sangat terasa oleh masyarakat akibat pandemi. Juga langkah-langkah strategis yang sudah ataupun bisa dilakukan serta aktivitas baru yang mungkin akan menghantui banyak orang yang tidak bisa cepat berubah.
Hal ini juga terjadi kepada para pekerja seperti saya, pengelola SDM. Meskipun terlihat tidak signifikan, kenyataannya, akibat yang ditimbulkan membuat para pengelola SDM ketar-ketir. Lebih dari itu, efektivitas dan efisiensi pelaksanaan program pun jadi terganggu. Bagaimana tidak, sebagai contoh saja, dua bulan lalu, Maret 2020, seharusnya tim kami melakukan kunjungan ke wilayah program untuk melakukan monitoring dan evaluasi (monev) program selama satu semester ke belakang. Covid-19 membuat kami memeras otak lebih kuat hingga pada akhirnya kami melakukan monev virtual. Virus ini, terlepas dari sudah takdir Allah SWT, memang memaksa kami berubah. Semoga perubahan ini bisa diikuti oleh hasil yang juga signifikan menuju kebaikan.
Sebagaimana usaha kami melakukan monev virtual, maka terjadi migrasi besar-besaran dalam proses aktivitas masyarakat terutama di Indonesia. Tulisan saya tentang Budaya Latah Bangsa Indonesia beberapa waktu lalu juga membahas sedikit tentang ini. Tapi ada hal menarik yang sebenarnya harus disadari oleh para pemegang kebijakan perusahaan-perusahaan di Indonesia. Bahwa sesungguhnya, aktivitas pekerjaan yang awalnya diperkirakan sangat handal, toh, ‘hanya’ dengan permasalahan pandemi seperti ini, kehandalannya sudah terlihat bobroknya.
Lebih lanjut, perlu sekali ditelaah lebih dalam oleh para pemegang kebijakan dalam setiap bagian, entah itu organisasi massa, perusahaan profit atau pun birokrasi pemerintah, jika produktivitas yang dihasilkan para pekerja selama masa pandemi ini menurun drastis, untuk tidak dikatakan mendekati 0, maka sistem kerjanya harus diubah secara ‘radikal’. Sebaliknya, jika ternyata karena pandemi ini ternyata produktivitas perusahaannya masih sama, atau turun tapi tetap teratasi dengan strategi yang lainnya, maka pola kerja seperti ini yang mungkin akan bertahan di era disrupsi ke depannya.
Sebagaimana jurnal yang dibuat oleh empat akademisi akuntan di Amerika baru-baru ini, (Matthew J. Hayes, dkk : How CPA Firms Are Responding to the Coronavirus Crisis), mereka menyampaikan bahwa di awal waktu adalah sebuah keniscayaan akan teradi penurunan produktivitas kerja karyawan. Namun setelah melakukan adaptasi dengan pola kerja yang baru, bekerja dari rumah ternyata tidak jauh berbeda dengan bekerja dari kantor. Meskipun memang dituntut kefleksibelan yang tinggi karena harus menyeseuaikan dengan aktivitas rumah. Maka komunikasi yang baik, pada akhirnya menjadi kunci penting dalam keberhasilan sistem kerja jarak jauh ini.
Terlepas dari gaya kerja dari rumah yang terjadi saat pandemi, seharusnya para pemegang kebijakan di perusahaan bisa mengambil hikmah baru. Ada satu aktivitas ke depan yang akan benar-benar berbeda dari sebelumnya diakibatkan pandemi ini. Sayagnya, aktivitas baru tersebut akan menghiasi segala macam lini kehidupan masyarakat. Maka, siapa yang tidak mengikuti arusnya, ia akan terasingkan dengan sendirinya. Sebagai contoh, BBC edisi 6 Mei 2020 membahas tentang aktivitas baru yang akan terjadi pasca lockdown selesai, mereka menamainya ‘new normal’. Dalam hal dunia perkantoran, misalnya, merujuk pada draft yang dibuat oleh Pemerintah Inggris, Hot-desking,- yang lebih dikenal di Indonesia dengan meja yang bisa dipakai bersama dalam sistem rotasi, adalah masa lalu artinya ke depan sudah tidak akan dipakai lagi, maka beruntung lah Indonesia, yang nampaknya belum mereplikasi sistem ini (semoga tidak disebut tertinggal), maka tidak perlu melakukannya. BBC juga menyatakan bahwa, perusahaan harus memikirkan bagaimana mengatur karyawannya dalam shift-shift tertentu, bahkan perusahaan harus mengatur rute jalan yang akan digunakan oleh karyawannya di kantor. Berlebihan kah? Tidak juga jika berbicara tentang usaha pencegahan.
Selain perkantoran, ternyata ada juga sisi kehidupan lainnya yang berubah secara drastis semasa pandemi berlangsung. New York Times, dalam edisi 4 April 2020, menyatakan, perubahan yang membutuhkan waktu 10 tahun nyatanya hanya terjadi dalam 1 pekan dikarenakan Covid-19, di United Kingdom. Sebelum ada Covid-19, pertemuan kesehatan (dokter-pasien) lewat video hanya terjadi sekitar 1% dari total pertemuan selama setahun. Namun, Covid-19 merubah segalanya setelah National Health Service (NHS) menginginkan agar ribuan klinik di seluruh negaranya menggunakan remote consultations dalam prosesnya.
Bagaimana dengan pendidikan? BBC4 juga menyebutkan, setidaknya Perdana Menteri Scotland, Nicola Sturgeon, mengatakan, Covid-19 telah membuka tabir kemungkinan, bahwa murid bisa merasakan sekolah dengan konsep part-time (Pembelajaran di sekolah dan rumah). Sementara di Inggris sendiri, pemerintahnya akan mengatur beberapa hal lebih dalam seperti, membatasi jumlah siswa dalam kelas, mengatur ulang kelas, sampai beberapa siswa yang diatur masuk sekolah bergantian. Beda lagi dengan universitas, pendidikan tinggi mungkin akan dimulai di bulan September, atau mungkin juga metode pembelajaran akan setengah online atau pun penuh online.
Dunia sedang berubah menuju sebuah perbaikan, sebagaimana yang dikatakan oleh salah seorang Tokoh di Indonesia, Sandi Uno, dalam wawancaranya yang tersebar di sebuah Instagram TV. Ia mengatakan, kita akan menghadapi fase ‘New Normal’ dimana masker akan menjadi salah satu tren ke depannya. Orang akan lebih banyak bekerja dari rumah, maka dampaknya, sebagaimana yang terlihat di langit Ibukota beberapa waktu terakhir, Jakarta lebih cerah dan less polution. Bahkan akan lebih banyak orang yang berolahraga di akhir pekan nantinya, karena mereka sadar akan kesehatannya masing-masing.
Pada akhirnya semua pihak harus menangkap ini sebagai sebuah kesempatan untuk maju dan memenangi pertempuran. Meminjam perkatan salah seorang tokoh yang dikenal dengan sebutan Sontoloyo, Madigu alias Bossman, berpikirlah no box (tanpa kotak), bukan out of the box (di luar kotak). Maka semuanya harus cepat beradaptasi. Mulai dari hal terkecil, keluarga, pekerja, perusahaan, bahkan pemerintah. Pemerintah dengan gerbong yang sangat besar dan penumpang yang sangat banyak (PNS), harus mampu bermanuver dengan ciamik. Jangan mau tertinggal jauh oleh swasta, karena di tangan kalian-lah sesungguhnya kemajuan negara ini bisa lebih cepat progresnya.
Ditulis oleh: Pandu Heru Satrio dengan judul "Aktivitas Pasca Pandemi Usai: Adakah Tantangan Baru?"
Posting Komentar
Posting Komentar