Serial nikah, Menyusuri untuk Mensyukuri Bagian Tiga. Buat yang belum baca bagian satu dan dua bisa baca dulu ya. Selamat menikmati.
Bersama kesulitan ada kemudahan
Memasuki bulan ketujuh pernikahan, kami menyewa sebuah rumah kecil di dekat kantor suami bekerja. Sedikit demi sedikit, kami membangun rumah tangga kami, membentang layar meski pasang-surut gelombang ujian tak kunjung henti menerpa bahtera kami.
“Apa katamu tentang Rumah Tangga?” tanyamu malam itu, seusai kita menyantap nasi kotak yang kau bawa, menghalau lapar dan juga kesedihanku.
“Rumah dengan tangga?” jawabku sekenarnya.
“Disebutnya rumah tangga. Betapa tidak? Di rumah, kita merenda kehidupan lewat kalam yang bergema pada tiap sudut ruangan. Mengusap tiap ketakutan pada dunia, lebih takut mana dengan pengadilan yang mengatar pada keabadian sejati? Di rumah, tumbuhlah mujahid-mujahidah kita. Para pejuang yang mewarnai tembok rumah dengan keshalihan, seperti yang kita impikan, meski mungkin akan ada banyak tembok berlubang yang harus kita tambal karena kealpaan kita sebagai hamba. Di rumah, kita memahat tangga, kokoh kita tegakkan, itulah tangga kita, tangga surga. Rumah di dunia, bekal meniti tangga ke surga.” Senyummu memelukku penuh kehangatan, menutup perbincangan singkat malam itu.
Apakah aku menyesal? Ya, aku menyesal, aku menyesal saat keluhku lebih banyak dari nikmat yang Allah berikan. Keluhku membawaku pada rasa takut, menghapus rasa syukur yang seharusnya lebih banyak dilesatkan. Dalam hangatnya kesadaran, harapku, Allah kekalkan cinta kita pada keabadian. Seberapa banyak ujian, harapku, Allah kuatkan kita dalam ketaatan penghambaan.
Inikah kisah kita? Kisah yang terus berpilin menuju episode baru. Ketika kita memutuskan untuk memulainya. Memulai dengan hanya kita berdua, disitulah kita mencipta perjalanan yang pada akhirnya kita berdua yang merasakannya. Tapi kali ini, kita berminat untuk membagikannya, bukan? Kita, bagikan perjalanan kita, bukan untuk apa, bukan karena layak atau tidak, hanya karena kita ingin membagikannya. Itu sudah.
Tak perlu memaksa agar kisah kita terlihat indah di mata dunia. Cukupkan kesabaran, membawa kita pada bahagia.
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.”
(QS. Al-Baqarah: 152).
Melalui tulisan ini, saya baru menyadari pentingnya bersyukur
BalasHapus