septiayu

Ekspedisi Sulawesi Selatan #1 Parepare

ekspedisi sulsel
Ekspedisi Sulawesi Selatan Episode Pertama, Kota Parepare.
Eits, tunggu dulu, ini bukan promosi jasa pengiriman barang yah. Aku hanya ingin berbagi cerita tentang perjalananku di Makassar, dan menjelajahi Sulawesi Selatan yang indah. Sebut saja kisah ini “Ekspedisi Sulawesi Selatan”, terinspirasi dari salah satu acara favoritku di TV semasa SD-SMP, "Jejak Petualang" dengan beragam tajuk ekspedisi, gongnya saat Medina Kamil hilang di Ekspedisi Papua.

Betapa oh betapa, dulu aku mengagumi Medina Kamil dan ingin seperti ia yang bisa mengeksplorasi keindahan Indonesia. Aku ingin seperti Medina Kamil yang meliput berbagai kegiatan di tanah air, menyiarkan ke seluruh negeri, bahwa kita tinggal di negeri yang kaya, bahwa di tanah-tanah yang belum kita jamah itu menyimpan berupa-rupa kekayaan; alam yang indah, budaya yang luhur, bahasa yang beragam, dan banyak lainnya yang membuat kita terpesona. Aku mungkin tak bisa menjadi Medina Kamil dan mengisi layar kaca, tetapi aku bisa berpetualang dan mengisahkannya dengan caraku. Dan inilah, Ekspedisi Sulawesi Selatan Episode Pertama.

Jumpa di Makassar, Jatuh Hati di Parepare

Ekspedisi Sulawesi Selatan merupakan cerita perjalananku bersama Dompet Dhuafa Sulawesi Selatan dalam program pemberdayaan masyarakat marginal. Hal ini bermula saat kami memilih untuk hijrah. Bertolak dari Depok, Jawa Barat ke Sulawesi Selatan, tepatnya kota Makassar, tentu bukanlah keputusan yang mudah. Berhari-hari kami berdiskusi, menimbang, meminta pendapat keluarga, dan memohon petunjuk kepada yang Maha Pemberi Petunjuk. Setelah bulat keputusan, pada 18 April 2024 kami mulai perjalanan ke kota Daeng.

“Bagaimana Makassar?” tanya sebagian kawan dan keluarga setibanya kami di kota ini. Hari-hari pertama terasa sumpek, panas, gerah, berdebu, bising klakson, semua itu membuatku sakit kepala. Hingga tiba pada tanggal 21 April 2024 kami memulai Ekspedisi Sulawesi Selatan.

Berkeliling di kota Makassar dengan lalu lintas yang semrawut dan bisingnya klakson tiada henti, bukanlah pilihan yang kusukai. Namun, berjalan keluar dari kota entah ke Timur atau ke Utara Makassar adalah perjalanan yang menakjubkan. Sulawesi Selatan benar-benar indah, apalagi setiap tempat menyimpan kisahnya masing-masing, seperti kota yang satu ini, Parepare.

Menghadiri kegiatan Hari Puisi Nasional di Rumah Peradaban Parepare. Awalnya perjalanan terasa canggung, sebab perjalanan kali ini kami bersama dengan Pak Makka dan istri yang merupakan keluarga bangsawan di kerajaan Parepare pada masanya. Tetapi, pada akhirnya selama perjalanan dibuat kagum oleh beliau. Usianya sudah kepala tujuh, tapi pemikirannya sangat bernas. Perjalanan yang beliau tempuh dari Jakarta ke Parepare untuk menghadiri kegiatan di Rumah Peradaban yang beliau bangun di kota tua Parepare patut diacungi jempol. Awalnya, tentu saya tak tahu siapa Pak Makka, sampai kami bercakap-cakap,

“Dulu kuliah jurusan apa, di mana?” tanya Pak Makka.

“Sastra Indonesia, Undip, Puang.” Jawabku malu, sebab aku tahu arah pembicaraan berikutnya, tentu, setiap orang yang bertanya jurusan kuliahku pasti akan menanyakan apa saja karya-karya yang sudah kubuat.

“Belajar apa saja di Sastra? Skripsi tentang apa?”

“Linguistik, Sastra, Filologi. Skripsi saya ambil Filologi, naskah kuno dari Jawa tentang tanaman obat dan pengobatan tradisional Jawa." Sampai di sini sedikit jumawa, karena biasanya orang akan bertanya-tanya apa itu filologi. Ah aku lupa, lawan bicaraku kali ini bukan sembarang orang.

“Saya bersama dengan dosen Unhas sedang meneliti naskah Bugis. Coba searching di google nama saya.” Obrolan berlanjut dengan beliau menyebutkan kawan-kawannya yang merupakan Profesor di Undip, obrolan tentang karya sastra dan kebudayaan. Disela obrolan, sembari saya searching nama beliau. Holaaaa, beliau ternyata sastrawan dengan begitu banyak karya, juga penulis buku-buku Habibie, sebab beliau adalah orang kepercayaan Eyang Habibie.

Bangun Cinta Budaya di Kota Cinta Habibie Ainun

hari puisi
Menempuh perjalanan sejauh 155 KM dari kota Makassar, setibanya di Parepare kita akan disuguhkan dengan keindahan kota yang berada di Selat Makassar ini. Senja di kota Parepare terasa romantis, kota ini membuatku jatuh hati, perpaduan antara sungai, laut, gunung, sawah, dan perkotaan dengan bangunannya yang klasik membuat kota ini terasa tua tapi nyaman. Pantas saja jika ia dinamai Kota Cinta Habibie Ainun, selain karena di kota ini terlahir tokoh terkenal bangsa yakni, B.J.Habibie, Presiden ketiga Indonesia.

Parepare merupakan salah satu kota yang menjadi ikon budaya Sulawesi Selatan. Mungkin ini yang menjadi alasan Dompet Dhuafa untuk menempatkan salah stau pilar programnya di kota ini. Andi Makmur Makka, salah satu anggota dewan pembina di lembaga Filantropi Dompet Dhuafa sekaligus putra kelahiran Parepare, beliau sendiri yang menjadikan rumahnya sebagai markas Rumah Peradaban.

Rumah Peradaban merupakan program Dompet Dhuafa Sulawesi Selatan yang fokus pada pengembangan literasi dan budaya, melalui penyediaan bahan bacaan dan peningkatan minat baca generasi muda. Rumah Peradaban menjadi leading sector untuk program-progman Dompet Dhuafa di antaranya: rumah baca masyarakat, rumah budaya dengan program aksara lontara dan pelatihan seni bertutur (sindrili), dan program ekonomi dengan jenis program filantrokopi.

Hari Puisi Nasional diperingati setiap tanggal 28 April. Pada 21 April 2024, Dompet Dhuafa Sulawesi Selatan menggelar acara Haul Chairil Anwar di Rumah Peradaban Parepare, sebagai bentuk penghargaan bagi para penyair yang turut mengobarkan semangat pejuang kemerdekaan melalui karyanya. Sejarah Hari Puisi Nasional berkaitan erat dengan Chairil Anwar, sosok penyair Indonesia yang berpengaruh pada dunia sastra.

Haul Chairil Anwar di Rumah Peradaban Parepare dibuka oleh Pandu Heru Satrio selaku pimpinan cabang Dompet Dhuafa Sulawesi Selatan, yang memberikan sambutan sekaligus membacakan Puisi penerimaan karya Chairil Anwar. Dilanjutkan dengan pengantar oleh Andi Makmur Makka, yang menyampaikan perjalanan hidup Chairil Anwar serta perannya dalam kancah Sastra Indonesia. Kegiatan dilanjutkan dengan pembacaan puisi bergiliran oleh para tamu undangan yang terdiri dari Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan kota Parepare, para sastrawan dan para mahasiswa yang mukim di Parepare.

Begitulah program Dakwah dan Budaya Dompet Dhuafa yang menjadi gerbang untuk menguatkan literasi bagi masyarakat, sekaligus merawat keberagaman budaya bangsa.
septi ayu azizah
Septi Ayu Azizah penyuka literasi, volunteer dan pendidikan. Penikmat jalan-jajan ini suka berpindah-pindah tempat tinggal, dan menceritakan perjalanan hidupnya di sini. Aktivitas Septi sebagai guru, volunteer dan pegiat literasi.

Related Posts

8 komentar

  1. masyaAllah, keren yaah programnya Dompet Dhuafa Sulawesi Selatan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul sekali kak, programnya mengangkat pemberdayaan kaum marginal di sektor Ekonomi, Kesehatan, Pendidikan, Sosial dan Budaya. Kereen betul Kak :)

      Hapus
  2. MasyaAllah...
    Kerenn tulisannya Bu Septi,
    Petualang sejati adalah penikmat perjalanan. Semoga semakin semangat menulis episode² selanjutnya 💞

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin, terimakasih Kakak, InsyaAllah makin semangat nulis. Bismillah, doakan yah Kak :) :)

      Hapus
  3. Enak banget membacanya. Serasa ikut ke Parepare

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, tapi belum ketemu rumahnya Pak JK yang mana nih, Kak. Next time semoga bisa silaturahim, hihihi

      Hapus
  4. Wah, baru tahu kalau Habibie dari Parepare. Hebat ya orang Parepare

    BalasHapus
  5. Program Dompet Dhuafa ternyata tak hanya sedekah saja ya. Teryata banyak program lain yang juga dikembangkan, antata lain bidang literasi. Semoga dompet dhuafa makin sukses.

    BalasHapus

Posting Komentar