septiayu

Nasib Petani Indonesia: Miris!

nasib-petani-indonesia
Nasib petani Indonesia hari ini berada di persimpangan. Kian pilu saat menyadari, petani yang menjadi tulang punggung ekonomi agraris bangsa, selalu dihadapkan dengan situasi yang memprihatinkan. Seperti yang terjadi beberapa waktu ini, saat panen raya yang seharusnya membawa kebahagiaan, para petani harus berhadapan dengan kenyataan pahit, harga hasil pertanian yang anjlok, membuat petani menjerit.

Terlahir dari keluarga petani, memaksa kami untuk berjuang dengan garis kemiskinan yang terus membayangi. Dengan mengandalkan lahan pertanian yang tak seberapa, ditambah modal awal pada masa tanam, pemeliharaan, hingga panen yang membutuhkan biaya tak sedikit. Namun, kemudian setelah dipanen harga hasil pertanian tak sesuai harapan. Salah siapa kah ini?

Adol salak 6 karung, payu 200 ewu, sekilo 800 perak.” (Jual salak 6 karung, dibayar Rp.200.000,00, satu kilo Rp.800,00).

Cerita Bapakku beberapa hari yang lalu, saat kami bercakap-cakap lewat sambungan video call. Matanya menatap langit-langit rumah, wajahnya bukan hanya menampakkan guratan zaman, juga menampakkan ketegaran dari seorang yang telah mengabdikan hidupnya sepanjang waktu di ladang. Pertempurannya setiap hari dengan terik matahari, hujan, badai, dan pengkhianatan yang tak kunjung reda.

Pengkhianat, kepada siapa gelar ini disematkan? Kepada tengkulak yang membeli hasil pertanian dengan harga murah? Kepada pemerintah yang tak kunjung mampu membuat kebijakan yang pro-petani?

Rasanya ingin berhenti menyalahkan siapa pun. Berhenti berharap apa pun pada manusia. Tetapi bagaimanalah ini, kepada siapa petani yang kebanyakan minim pendidikan ini menyambung rasa? Bagaimanalah mengenyam pendidikan tinggi, jika sedari kecil sekolahnya adalah ladang yang digarap, gurunya ialah alam. Permainan tengkulak, cukong, pemerintah, atau siapa pun itu, tak bisa dijamah oleh mereka. Marah kepada tengkulak? Lantas, kepada siapa akan menjual hasil pertanian?

Ora sah dadi tani, Yu. Rekasa, hasile ora sepira.” (Nggak usah jadi petani, Yu. Berat, hasilnya tidak seberapa).

Begitu pesan Bapak saat aku lulus SMA, dan tengah menimbang pekerjaan apa yang bisa kulakukan. Meski hatiku selalu berkata untuk melanjutkan pendidikan, lagi-lagi harus dihadapkan dengan kenyataan, orang tua tak punya cukup uang untuk membayar uang pangkal. Jangankan uang pangkal, sekedar membiayai perjalanan dari kampung ke kota besar tempat kampus-kampus terbaik berada pun tak mampu.

Bertahun-tahun sejak pesan itu pertama kali kudengar dari Bapak, dan kemarin kembali meluncur kalimat yang sama. Betapa beratnya menjadi petani, meski setiap pagi ke ladang dengan penuh suka cita, menyemai benih ditemani desir angin yang menenangkan. Tetapi, saat panen raya tiba, bagaimana nasibnya? Uang yang diterima memang cukup untuk kebutuhan sehari-hari, hidup dengan sederhana, tetapi tak akan cukup untuk kebutuhan lain, membiayai anak-anaknya sekolah misalnya.

Modal sepuluh juta buat tanam cabai, sawi, terong, kol, wortel. Pupuk mahal, belum bayar upah pekerja yang cangkul lahan, nyabutin rumput, nyiram tanaman. Giliran panen, wortel sekilo 300 perak, cabai 2000 sekilo, sawi dan yang lainnya nggak ada harganya. Mesakke, Mbak.” Ungkap seorang kawan yang keluarganya bertani di datar tinggi dekat Dieng.

Sahabat akhir-akhir ini sosial media begitu ramai oleh keluh kesah para petani. Di antaranya petani wortel di Banjarnegara dan Wonosobo yang menangis sekaligus marah sambil mencabut dan mematahkan wortel-wortel yang telah ditanam sekian waktu. Wortel yang telah ditanam sepenuh hati, dirawat dengan hati-hati, berakhir menjadi pakan ternak. Harga jual yang terlampau rendah benar-benar mencekik petani.

Lantas, bagaimana hal ini turun-temurun, dari waktu ke waktu tak pernah menjumpai titik temu? Jika kita telusuri, ada beberapa hal yang menjadi penyebab anjloknya hasil pertanian. Berikut ini setidaknya 3 faktor penyebab anjloknya harga hasil pertanian.

3 Faktor Penyebab Harga Hasil Pertanian Anjlok

1. Sistem Distribusi yang Tidak Adil

Petani menggantungkan hasil pertanian pada tengkulak, hal ini mempersulit petani untuk menentukan harga jual hasil panen. Harga jual bisa dipastikan mengikuti kehendak tengkulak.

2. Produk Impor yang Mendominasi Pasar

Produk impor telah mendominasi pasar Indonesia, salah staunya produk pertanian. Sementara itu produk pertanian lokal harus bersaing dengan produk impor. Lambat laun, produk impor yang menguasai pasar bisa mengambil alih produk-produk pertanian lokal.

3. Minimnya Akses Petani ke Pasar

Petani tidak memiliki akses untuk menjual langsung ke pasar karena segala keterbatasan, sehingga harus menjual kepada tengkulak yang justru sering memainkan harga.

petani salak

Peran Utama Pemerintah Kepada Petani

Setiap hasil pertanian merupakan buah dari kerja keras para petani. Dengan mendukung petani, kita turut menjaga ketahanan pangan dan membantu petani keluar dari jerat ketidakpastian. Membeli produk pertanian dalam negeri bisa menjadi wujud nyata kita dalam membantu petani.

Sedangkan peran pemerintah terhadap petani sangat penting untuk memastikan kesejahteraan para petani.

Berikut ini beberapa peran utama pemerintah:

1. Membuat Kebijakan Pro-Petani

Pemerintah dapat membuat kebijakan yang mendukung petani, seperti dengan memberikan subsidi benih dan pupuk. Pemerintah dapat memberikan subsidi agar petani mendapatkan benih unggul dan pupuk dengan harga terjangkau, merata ke seluruh pelosok negeri.

Selain itu, pemerintah juga harus mampu menetapkan harga dasar komoditas pertanian. Menetapkan harga dasar komuditas pertanian ini akan menjadikan petani tidak dirugikan oleh fluktuasi pasar.

2. Menyediakan Infrastruktur

Infrastrukut pertanian yang memadai menjadi salah satu peran yang dapat dilakukan pemerintah. Salah satunya dengan menyediakan membangun infrastruktur seperti irigasi, jalan atau akses ke pasar, dan gudang penyimpanan. Serta, membuka akses pasar langsung untuk petani guna mengurangi peran tengkulak.

3. Penyuluhan dan Pelatihan

Pemerintah dapat memberikan fasilitas pelatihan kepada para petani tentang teknologi pertanian modern dan metode bertani yang efisien. Mendorong petani untuk menggunakan platform digital untuk menjual hasil pertanian langsung kepada konsumen. Serta, mendirikan koperasi petani untuk mendukung pembiayaan kelompok tani.

Selain itu, pemerintah bisa memberikan beasiswa kepada anak tani. Memberikan akses seluas-luasnya kepada anak tani untuk menjadi petani muda yang moderen dan berdaya.

4. Melindungi Petani dari Impor Berlebihan

Memberikan perlindungan terhadap produk lokal dengan pembatasan impor dan kebijakan tarif untuk mendukung harga pasar domestik.

5. Penelitian dan Pengembangan

Mengembangkan varietas benih unggul, teknologi irigasi modern, dan teknik bertani yang lebih ramah lingkungan.

Melalui peran-peran ini, pemerintah dapat membantu petani untuk meningkatkan hasil produksi, mendapatkan harga yang adil, dan memastikan keberlanjutan sektor pertanian sebagai tulang punggung perekonomian. Semoga ada lebih banyak perhatian dan langkah nyata yang diambil untuk mendukung kesejahteraan petani Indonesia, agar nasib petani lebih terjamin.

septi ayu azizah
Septi Ayu Azizah penyuka literasi, volunteer dan pendidikan. Penikmat jalan-jajan ini suka berpindah-pindah tempat tinggal, dan menceritakan perjalanan hidupnya di sini. Aktivitas Septi sebagai guru, volunteer dan pegiat literasi.

Related Posts

12 komentar

  1. Ya Allah aku turut sedih mbak kalo hasil panen anjlok begini, soalnya masih banyak saudara ku yang petani. Mereka bener-bener ngeluh juga sama kondisi akhir-akhir ini. Apalagi petani sayur. Biasanya aku di Surabaya beli sayur kol 1 bonggol harganya bisa sampe 10rb. Kemarin beli tuh cuma 3-6rb. Ini padahal di tukang sayur ya. Nggak bayangin, itu petani dapat berapa kalo harganya segitu?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebenernya kalau di pasar atau tukang sayur kadang harganya nggak terlalu turun jauh Mbak. Tapi petani pas jual ke tengkulak itu, bisa terjun bebas. Contohnya harga salak itu di Jabodetabek selalu dikisaran 8-10rb per kilo, tapi harga tengkulak ke petani selalu dibawah 3rb.

      Hapus
  2. Salah satu yang bikin kasian dengan petani itu adalah harga jual yang ga stabil. Kadang tinggi, kadang turun dengan turun yang menukik, boro-boro balik modal, malah merugi ga sedikit.
    Saya sendiri belajar menghargai jerih payah mereka dengan tidak pernah menawar sayuran atau buah-buahan jika sedang membelinya. Tapi memang butuh gerakan lebih masiv dan regulasi yang pro petani agar tidak terjadi lagi hal-hal yang merugikan para petani ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul Pak Yo, perlu ada kebijakan agar petani sejahtera. Perjuangannya panjang, tapi selalu kalah dengan keadaan.

      Hapus
  3. Saya pribadi ingin mendukung dengan membeli hasil bumi langsung dari petani. Namun, akses menuju ke sana pun tidak ada. Kalau ada platform atau tempat yang mudah kita jangkau, saya kira pembeli lain pun sepakat untuk membeli langsung dari petani.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pengennya gitu yah Mbak, tapi kadang tak semudah itu Mbak Nia, huhu. Kadang ada yang kasusnya begini: Petani pinjam modal awal ke Tengkulak, dengan perjanjian hasil panennya dijual ke tengkulak. siklusnya begitu terus, banyak permasalahan yang ada di petani ini.

      Hapus
  4. Nasib petani dari tahun ke tahun belum membaik ya. Semoga segera ada kebijakan pemerintah yang pro petani.
    Saat ini profesi petani semakin ditinggalkan lalu siapa lagi yang akan peduli dengan pertanian setelah ini, hiks miris

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin, betul sekali. Anak muda enggan jadi petani, sebab tahu perjuangannya yang luar biasa, tapi hasilnya tak sesuai harapan.

      Hapus
  5. Petani nggak hanya berhadapan dengan permainan harga aja, mereka juga berhadapan dengan perawatan tanaman yang kian tahun kian sulit. Aku dari kecil sudah tau seluk beluk petani padi karena nenek dan ibu ku juga petani. Sekarang udah memutuskan untuk berhenti jadi petani karena harga jual yang nggak ngotak, perawatan juga sulit banget. Cuaca dan hama sulit dikendalikan. Yang dulunya kalo panen bisa berkarung-karung sekarang sebidang sawah cuma bisa dapet beberapa karung aja. Harga beras naik terus tapi harga gabah jauh dari ekspektasi.

    BalasHapus
  6. Membaca berita-berita dan informasi, sangat miris melihat nasib petani saat ini. Harga jual sayuran tak sepadan dengan jerih payah mulai menanam, merawat hingga panen.
    Semoga ada kebijakan pemerintah yg pro petani sehingga bisa meningkatkan taraf hidup petani.

    BalasHapus
  7. Semoga suatu saat nanti, petani Indonesia bisa seperti petani Jepang yang termasuk profesi yang diminati dan tidak identik dengan orang tua. Jadi ingat Melody JKT48 yang kini petani muda, mudah-mudahan bisa menginspirasi anak muda yang lain.

    BalasHapus

Posting Komentar